Metromedannews.id, Medan - Tim Peneliti Hibah Skema Penelitian Dosen Pemula 2025 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia (IKH) menggelar Focus Group Discussion (FGD), Selasa (12/8/2025) di Ruang Pleno Lantai 5 IKH Medan.
Kegiatan ini bertujuan menyusun policy brief layanan rehabilitasi NAPZA berbasis rumah sakit yang responsif, terintegrasi lintas sektor, dan berbasis kearifan lokal. FGD ini merupakan bagian dari penelitian berjudul “Analisis Kebutuhan Layanan Rumah Sakit yang Terintegrasi Berbasis Kearifan Lokal dalam Penanganan Pasien Gangguan NAPZA” yang dilaksanakan oleh kolaborasi dosen dan mahasiswa Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat IKH, S1 Administrasi Rumah Sakit IKH, bersama Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumatera Utara sebagai mitra penelitian.
Baca Juga:
Sepanjang Tahun 2023, BNN Ungkap 910 Kasus Peredaran Narkotika dan Psikotropika
Tim peneliti terdiri dari Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, S.Ked., M.Kes (Ketua, Institut Kesehatan Helvetia), Febriantika, M.K.M., C.B.P.A (Anggota 1, Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara), Sri Agustina Meliala, SKM., M.KM (Anggota 2, Institut Kesehatan Helvetia), dan Fitri Yanti, S.Sos., M.A (Anggota 3, BNN Provinsi Sumatera Utara).
Kegiatan ini dihadiri oleh 40 peserta dari berbagai sektor, meliputi Dinas Kesehatan Kota Medan, BNN Provinsi Sumatera Utara, Polrestabes Medan, Kesbangpol Kota Medan, Badan Riset Daerah, RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem, serta perwakilan dari lima puskesmas di Kota Medan yang berada dikawasan rawan narkoba yaitu Puskesmas Pulo Brayan, Puskesmas Medan Denai, Puskesmas Glugur Darat, Puskesmas Bromo, dan Puskesmas Terjun.
Selain itu, hadir pula lembaga rehabilitasi masyarakat seperti Lembaga Rehabilitasi Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba (LRPPN), Yayasan Medan Plus, Yayasan Fokus, dan Yayasan Baitul Syifa; pakar dan praktisi NAPZA; serta organisasi profesi dan masyarakat seperti Ikatan Konselor Adiksi Indonesia (IKAI) dan Persatuan Korban NAPZA (PKN) Sumut.
Baca Juga:
BNN DKI Tes Urine Lurah dan Camat Se-Jakpus, 12 Tidak Ikut
Latar belakang kegiatan ini mengacu pada data Indonesia Drugs Report BNN RI 2024 yang menyebutkan bahwa Sumatera Utara menempati peringkat pertama provinsi dengan kawasan rawan narkoba terbanyak di Indonesia, yakni 1.114 kawasan. Pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA di Medan kerap mengalami hambatan mengakses layanan rehabilitasi akibat keterbatasan fasilitas, stigma masyarakat, serta belum adanya sistem rujukan yang terintegrasi. Kondisi ini menuntut adanya kebijakan yang mampu menghubungkan rumah sakit dengan layanan primer dan dukungan komunitas secara berkelanjutan.
Agenda diskusi mencakup pemetaan masalah layanan rehabilitasi NAPZA, kebijakan dan regulasi yang telah diimplementasikan di berbagai instansi, ketersediaan SDM dan instrumen pendukung, hambatan hukum, biaya, dan stigma, serta peran keluarga dan komunitas dalam mendukung layanan. Selain itu, peserta juga membahas strategi membangun integrasi berkelanjutan antar sektor, merumuskan kebijakan prioritas, dan menyusun rencana aksi yang akan dituangkan dalam policy brief.
Hasil FGD menghasilkan rekomendasi kebijakan yang menekankan pentingnya penguatan peran rumah sakit sebagai pusat rujukan layanan rehabilitasi NAPZA di wilayah kota medan, pembangunan sistem integrasi layanan dengan puskesmas, lembaga rehabilitasi, dan komunitas, penyediaan pendanaan berkelanjutan, SDM terlatih, dan sarana pendukung memadai, serta revisi atau pembentukan regulasi daerah untuk memfasilitasi integrasi layanan. Seluruh peserta menyepakati bahwa hasil FGD akan digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, serta sebagai acuan pengembangan layanan publik di bidang rehabilitasi NAPZA.