Metromedannews.id | Tidak dilakukanya penahanan terhadap Wakil Pembina Satgas Cakra Buana PDI Perjuangan berinisial HSM (43) yang melakukan penganiayaan anak, oleh Polrestabes Medan, Sumatera Utara dikritik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan.
Polisi diketahui hanya memerintahkan terduga pelaku tersebut untuk wajib lapor selama kasus penganiayaan yang ia lakukan terhadap pelajar SMA Al Azhar Medan, FL (17) diproses. LBH Medan mengingatkan polisi seharusnya tak bisa juga mengabaikan materi Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu tindak pidana penganiayaan.
Baca Juga:
Ayah Pukuli Anaknya di Tebet Jaksel, Ini Motifnya
"Secara hukum penyidik atau penyidik pembantu diberi kewenangan untuk menahan sesuai pasal 20 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selanjutnya penahanan tersebut dilakukan terhadap perbuatan yang diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih sebagaimana pada Pasal 21 Ayat (4) huruf a," kata Kadiv Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan Tambak, Senin (27/12).
Namun, kata Maswan, Pasal 21 Ayat (4) huruf b KUHAP telah memperjelas klasifikasi beberapa tindak pidana yang tetap dapat dilakukan penahanan sekalipun ancaman hukumannya tidak 5 tahun atau lebih. Salah satunya, kata Maswan, adalah Pasal 351 ayat (1) KUHP yang berisi tentang tindak pidana penganiayaan.
"Oleh karena itu, dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka tentu mencederai rasa adil dari hukum itu sendiri dan masyarakat. Seharusnya penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan tersebut dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana untuk dapat menahan tersangka," tegasnya.
Baca Juga:
Sadis! Bocah 8 Tahun di Bogor Disekap dan Diseterika Ayah Tiri
Kemudian tentang Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana itu tersangka diancam dengan penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan penyidik sudah bekerja profesional dengan menerapkan Lex specialis derogat lex generali. Penyidik, kata dia, bekerja atas dasar fakta hukum dan aturan hukum yang ada sehingga tidak menabrak undang-undang yang berlaku.
"Dalam kasus ini penyidik menggunakan UU Perlindungan Anak [UU 35/2014]. Terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan karena ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun, tersangka wajib lapor seminggu 1 kali kepada penyidik. Tapi kasus ini tidak berhenti karena status tersangka tidak ditahan," tutur Hadi.
Terkait penjelasan kepolisian itu, Maswan menyatakan pasal pasal yang disangkakan terhadap tersangka ancaman hukumannya paling lama 3 tahun 6 bulan. Artinya, sambung Maswan, secara filosofis Undang-Undang No. 35/2014 itu dibentuk untuk memberikan rasa adil dan perlindungan lebih kepada korban dan juga memberikan penghukuman yang lebih berat kepada pelaku.
"Artinya jika Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana saja dapat ditahan apalagi terhadap pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014. Tentang penangguhan penahanan, penyidik juga punya kewenangan untuk menangguhkan. Secara hukum alasan menangguhkan itu memang diatur jelas. Tapi alasan itu sepenuhnya menjadi subjektivitas penyidik. Oleh karenanya, sekalipun alasan itu menjadi subjektivitas penyidik seharusnya tidak boleh disalahgunakan," ujar Maswan.
Sebagai informasi, kasus itu berawal saat korban FL berbelanja ke mini market di Jalan Pintu Air IV, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. Kemudian tersangka HSM datang mengendarai Land Cruiser Prado. Saat itu mobil tersangka menyenggol bagian belakang motor korban yang telah terparkir di sana.
Kemudian korban keluar dari minimarket dan meminta tersangka untuk meminggirkan mobilnya. Karena mobil tersangka menghalangi motor korban dan korban ingin keluar. Saat itulah tersangka langsung mendatangi korban dan menganiayanya. Tersangka menendang hingga memukuli kepala korban karena sakit hati dengan ucapan FL yang tidak sopan. Peristiwa itu terekam CCTV. Dan kemudian viral di media sosial. [jat]