Metromedannews.id | Aipda Kristin Panjaitan, polisi wanita (polwan) yang bertugas di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polrestabes Medan mengungkap fakta sebenarnya soal kasus ASN Pemko Medan bernama Hesty Helena Sitorus yang ngaku dianiaya di ruang penyidik.
Menurut Aipda Kristin Panjaiatan, dia sama sekali tidak ada menganiaya Hesty.
Baca Juga:
Tingkatan Jumlah Polwan Agar Ideal, Polri Butuh Kajian Mendalam
Ia menceritakan, keributan memang benar terjadi.
Namun, keributan bermula saat Hesty Helena Sitorus datang bersama dengan dua orang terlapor kasus penganiayaan bernama Rosiyanti Ginting dan Purnama Rika Ginting.
Saat itu, Hesty Helena Sitorus datang mencari Kristin ke ruang penyidik, dan meneriakkan nama Kristin pada Senin (24/1/2022).
Baca Juga:
Korlantas Polri Buka Suara soal, Polwan Viral Tegur Pria Tak Sopan
"Saat itu saya bersama dengan tim juga anggota ASN PHL yang ada di unit PPA sedang berada di ruangan, di saat itu kami baru menyiapkan berkas yang mau kami periksa, ada yang mau datang, kami akan melayani masyarakat," kata Kristin, Jumat (28/1/2022).
Ia mengatakan, saat sedang dalam keadaan senyap, tiba-tiba suasana berubah menjadi heboh.
Hesty datang teriak-teriak.
"Di situ tiba - tiba ada suara dari lorong pintu masuk, berteriak - teriak dengan mengatakan yang mana ruangan ibu Kristin sambil mengintip bersama empat orang perempuan yang tidak saya kenal," sebutnya.
Lalu, ia menyebutkan setelah mendengar ada orang yang berteriak, kemudian salah seorang anggota nya melihat keluar ruangan.
"Cari siapa Bu kata anggota saya, mau cari ibu Kristin yang mana ruangannya begitu katanya. Terus dibilang, ini ruangannya Bu. Diantara mereka berempat sempat bertengkar, kan sudah ku bilang ini ruangannya, habis itu ASN menuju ke ruangan," ujarnya.
Kristin menyebutkan, setelah mengetahui ruangannya Hesty pun langsung masuk ke dalam ruangan.
"Saya menghampiri, saya bilang saya orangnya Bu, apa yang bisa saya bantu sama ibu. Terus dia menunjuk - nunjuk saya, kenapa dinaikkan ke sidik kasus penganiayaan itu, dan kenapa kau panggil orang ini tersangka, apa buktimu dia bilang ke saya," ucapnya.
Mendengar hal tersebut, Kristin pun mencoba menanyakan ada keperluan apa ia datang ke ruang penyidik. Dan kapasitas nya sebagai apa.
"Saya tetap bilang, ibu ada keperluan apa datang kemari. Dia bilang sama saya, saya berada di tempat kejadian, kenapa tidak kau periksa," katanya.
Kristin pun merasa terkejut, karena tidak mengetahui maksud darin kedatangan Hesty. Ia pun mencoba meminta bukti surat pemanggilan kepadanya.
"Saya tanyakan keperluan nya apa, ibu siapa terus datang saksi terlapor ini mengatakan kalau mereka dipanggil, saya bilang coba lihat surat panggilannya, saya lihat surat panggilan itu untuk hari Senin tanggal 31, mereka datang tidak sesuai dengan yang saya panggil," ujarnya.
Kemudian, setelah melihat isi surat pemanggilan tersebut, ia pun meminta Hesty untuk menunggu di luar ruangan.
Karena isi surat tersebut memang tidak ada nama Hesty didalam surat panggilan itu.
"Nanti saya minta keterangan sama dua saksi terlapor ini dulu saya bilang, terus dia malah marah - marah, nggak usah mau diambil keterangan, jangan ada mau diambil keterangan. Saya bilang ibu jangan besar - besar suaranya di sini," kata Kristin.
"Ibu ada kepentingan apa di dalam perkara ini, ada di tempat kejadian katanya, kalau ibu ada di tempat kejadian, nanti ibu saya periksa juga, ibu tunggu lah dulu di ruang tunggu," tambahnya.
Lalu tidak lama, Hesty malah mengeluarkan handphone miliknya dan mencoba mereka isi ruangan penyidik itu. Namun, para petugas yang berada di dalam mencoba untuk melarang Hesty untuk merekam.
"Mereka mengeluarkan handphone untuk merekam ruangan, di situ kita sempat berdebat karena suara dia keras, saya bilang ibu nggak usah keras - keras, ibu tunggu saja di luar. Terus dibilangnya ini kantor polisi siapa aja bisa masuk," katanya.
Kemudian, mendengar adanya keributan salah seorang Perwira Unit (Panit) bernama Masrah Sembiring, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Namun, ketika Masrah Sembiring datang, Hesty malah semakin marah dan membentak Panit.
"Panit saya nanya ada apa ini. Terus saya jelaskan saya manggil orang, ibu ini (Hesty) tidak ada saya panggil dan tidak ada kepentingan di dalam perkara," ujarnya.
"Ada masalah apa buk ada yang bisa kami bantu kata Panit, dia langsung marah, bilang siapa kau rupanya, apa kepentingan mu, begitu pula nanya sama Panit saya," sambungnya.
Lebih lanjut, Kristin menuturkan lantaran ditanya-tanya Panit pun mencoba menjelaskan bahwa dia merupakan perwira yang bertugas di unit PPA. Tetapi, Hesty tidak menghiraukan nya.
"Nggak perlu ribu-ribut kata Panit saya, ibu tunggu saja di luar, nanti bakal diperiksa juga kalau memang ibu ada di tempat kejadian. Nggak usah kasih keterangan, jangan mau diperiksa, gitu ngomongnya," ungkap Kristin.
Hesty yang tidak terima disuruh menunggu di luar, langsung mengeluarkan handphone nya dan mencoba mereka keadaan. Dan mengancam akan menelpon Kapolda Sumut, namun saat itu tidak diangkat.
"Dia mengeluarkan handphone, tapi saya sempat menutup kameranya. Dia ngotot memang pada saat itu, dia mencet nomor handphone Kapolda, sempat kita lihat dia telepon Kapolda, tapi tidak diangkat," katanya.
Saat itu, suasana pun semakin panas. Hesty mengamuk di ruangan penyidik tersebut dan merekam keadaan itu.
Kemudian, Kristin mencoba menenangkan Hesty dengan cara memeluknya. Namun, Hesty semakin meronta-ronta dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Dia emosi direkam nya semua ruangan yang ada di situ, saya tutup lah kameranya, saya rangkul dari pinggangnya. Saya ajak keluar, dia berontak mendorong saya, saya berada di belakangnya saya peluk pinggangnya, didorongnya sampai kepala saya kena tembok pintu, saya sempat pitam juga dan muntah," ucapnya. [jat]