Sejumlah pengamat menilai, pola dugaan “pengendalian proyek demi jabatan” ini bukan lagi pelanggaran administratif, melainkan potensi suap jabatan terang-terangan.
Praktisi Hukum: Unsurnya Masuk ke Pasal 5, 11, 12, 12B, dan 12C UU Tipikor.
Baca Juga:
Bangunan Mewah Tanpa PBG Bebas Berdiri di Jalan Tuasan, Camat Medan Tembung Bungkam saat Dikonfirmasi
Menurut Praktisi hukum Mangadum, SH, memberikan analisis yang lebih tegas.
“Jika benar ada pemberian proyek sebagai barter dukungan untuk menjadikan seseorang Kepala Dinas definitif, itu masuk ke unsur suap jabatan dan perdagangan pengaruh. UU Tipikor sangat jelas,” tegasnya.
Mangadum menyebut beberapa pasal yang potensial yakni, Pasal 5, 11, 12 — larangan memberi/menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara untuk mendapatkan tindakan sesuai keinginan. Pasal 12B dan 12C — memperberat ancaman pidana apabila suap tersebut terkait jabatan atau pengaruh politik.
Baca Juga:
Walikota Medan Diminta Evaluasi Camat Medan Perjuangan, 11 Ruko di Gang Penghulu Sei Kera Hulu Berdiri Diduga Tanpa PBG
“Kalau struktur birokrasi diperlakukan seperti pasar jabatan, maka itu bukan hanya etika yang hancur, tetapi juga pidana yang berjalan,” tambahnya.
Dampak Politik Bisa Merembet ke Wali Kota. Sementara itu, sejumlah tokoh antikorupsi di Medan menyatakan bahwa jika dugaan pengaturan proyek ini benar, maka konsekuensi hukumnya bisa mengalir ke figur yang lebih tinggi.
“Kalau benar terjadi intervensi lewat Tenaga Ahli yang dekat dengan Wali Kota, maka Wali Kota pun berpotensi terseret proses hukum. Tidak mungkin APH tutup mata,” ujar Erwin Simanjuntak,ST